Bab 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Islam telah
memberikan suatu batas wewenang untuk menentukan halal dan haram, yaitu dengan
melepaskan hak tersebut dari tangan manusia, betapapun tingginya kedudukan
manusia tersebut dalam bidang agama maupun duniawinya. Hak tersebut semata-mata
ditangan Allah.
Bukan pastor, bukan pendeta, bukan raja dan bukan
sultan yang berhak menentukan halal-haram. Barangsiapa bersikap demikian,
berarti telah melanggar batas dan menentang hak Allah dalam menetapkan
perundang-undangan untuk ummat manusia. Dan barangsiapa yang menerima serta
mengikuti sikap tersebut, berarti dia telah menjadikan mereka itu sebagai
sekutu Allah, sedang pengikutnya disebut "musyrik".
Bab 2 PEMBAHASAN
2.1 ISI
Sebagai lembaga otonom
bentukan MUI, LPPOM MUI tidak berjalan sendiri. Keduanya memiliki kaitan erat
dalam mengeluarkan keputusan. Sertifikat Halal merupakan langkah yang berhasil dijalankan sampai sekarang. Di dalamnya
tertulis fatwa MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk
sesuai dengan syariat Islam dan menjadi syarat pencantuman label halal dalam setiap produk
pangan, obat-obatan, dan kosmetika.
Syarat kehalalan produk tersebut meliputi:
1. Tidak mengandung babi dan bahan bahan yang berasal dari babi
2. Tidak mengandung
bahan-bahan yang diharamkan seperti; bahan yang berasal dari organ manusia, darah, dan kotoran-kotoran.
3. Semua bahan yang berasal
dari hewan yang disembelih dengan syariat
Islam.
4. Semua tempat penyimpanan
tempat penjualan pengolahan dan transportasinya tidak boleh digunakan untuk babi; jika pernah digunakan untuk babi atau
barang yang tidak halal lainnya terlebih dahulu dibersihkan dengan tata cara
yang diatur menurut syariat.
Setiap produsen yang
mengajukan sertifikasi halal bagi produknya harus melampirkan spesifikasi dan
Sertifikat Halal bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong serta bahan
aliran proses. Surat keterangan itu bisa dari MUI daerah (produk lokal) atau
lembaga Islam yang diakui oleh MUI (produk impor) untuk bahan yang berasal dari
hewan dan turunannya.
Setelah itu, tim auditor
LPPOM MUI melakukan pemeriksaan dan audit ke lokasi produsen yang bersangkutan
serta penelitian dalam laboratorium yang hasilnya dievaluasi oleh rapat tenaga
ahli LPPOM MUI yang terdiri dari ahli gizi, biokimia, pangan, teknologi pangan,
teknik pemrosesan, dan bidang lain yang berkait. Bila memenuhi persyaratan,
laporan akan diajukan kepada sidang Komisi Fatwa MUI untuk memutuskan kehalalan
produk tersebut.
Tidak semua laporan yang
diberikan LPPOM MUI langsung disepakati oleh Komisi Fatwa MUI. Terkadang,
terjadi penolakan karena dianggap belum memenuhi persyaratan. Dalam kerjanya
bisa dianalogikan bahwa LPPOM MUI adalah jaksa yang membawa kasus ke pengadilan dan MUI adalah hakim yang memutuskan keputusan hukumnya.
Sertifikat halal berlaku
selama dua tahun, sedangkan untuk daging yang diekspor sertifikat diberikan
pada setiap pengapalan. Dalam rentang waktu tersebut, produsen harus bisa
menjamin kehalalan produknya. Proses penjaminannya dengan cara pengangkatan
Auditor Halal Internal untuk memeriksa dan mengevaluasi Sistem Jaminan Halal (Halal
Assurance System) di dalam perusahaan. Auditor Halal tersebut disyaratkan harus
beragama Islam dan berasal dari bagian terkait dengan produksi halal. Hasil
audit oleh auditor ini dilaporkan kepada LPPOM MUI secara periodik (enam bulan
sekali) dan bila diperlukan LPPOM MUI melakukan inspeksi mendadak dengan
membawa surat tugas.
Bab 3 PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Jadi yang menetukan halal atau tidak
nya suatu barang atau makanan itu adalah LPPOM MUI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar