Selamat datang ..

Mari kita saling berbagi informasi \('3')/

Laman

Rabu, 23 Maret 2011

Lirik lagu Bruno Mars - Again

Hands over my head thinkin what else could go wrong
Woulda stayed in bed, how could a day be so long

Never believe that things happen for a reason,
But how this turned out removed all my doubt so believe
That for you I'd do it all over again
Do it all over again
All I went through led me to you,
So I'd do it all over again
For you

I missed the first train stood out in the rain all day
(little did I know)
But I caught the next train, and there you were to sweep me away
Guess that's what I waited for

Never believed that things happen for a reason
But how this turned out removed all my doubt
So believe that for you I'd do it all over again
Do it all over again
All I went through led me to you so I'd do it all over again

Oh, who ever thought a day gone so wrong could turn out so lovely
Yea, I'm so glad I found you
Even though the day went so wrong, I wouldn't change a thing
Yea, yea
I'm a do it
Do it all over again
Do it all over again
All I went through led me to you
So I'd do it all over again

Do it all over again
I'd do it all over again
I'd dot all over again for you
All I went through led me to you
So I'd do it all over again for you

Whoever thought a day gone so wrong could turn out so lovely [x2]

lirik lagu Bruno Mars - Runaway

Ohhh.
Ohhh woah...
So easy to forget our love,
The little things we do,
Like calling for no reason
Just to say the words
"BABY, I LOVE YOU"

I know lately, I've been busy
But a second doesn't go by
Without you crossing my mind
It's been so long since we had time
Let's take a day & make everything right

[Chorus]
Just take my hand, fall in love with me again
Let's runaway to the place
Where love first found us
Lets runaway for the day
Don't need anyone around us
When everything in love gets so complicated,
It only takes a day to change it.
What I have to say can't wait
All I need is a day

So let's runaway...
Let's runaway, just for the day
Runaway...runaway...

Girl, you've been so patient
Spending nights alone & not complaining
But I'll make it up to you,
lyricsalls.blogspot.com
And I promise today I won't keep you waiting

Please give me this one chance
To remind you of everything we have
I won't give up I'm too much in love
& I want you to know that

[Chorus]
Just take my hand,
Fall in love with me again
Let's runaway to the place
Where love first found us
Let's runaway for the day,
Don't need anyone around us
When everything in love gets so complicated
It only takes a day to change it
What I have to say can't wait
All I need is a day

So let's runaway for the day
And I'll give everything in this moment
& I promise to make everyday just like the day
Let's runaway to the place
Here love first found us
Let's runaway for the day
Don't need anyone around us
When everything in love gets so complicated
It only takes a day to change it
What I have to say can't wait
All I need is a day
Soo let's runaway...

Minggu, 20 Maret 2011

Tugas 5 : kebijakan pembangunan

Kebijakan-kebijakan Pembangunan

Lemahnya sisi permintaan dan penawaran agregat menyebabkan perekonomian NSB seolah-olah berada dalam lingkaran permasalahan tanpa ujung pangkal (lingkaran setan). Karena itu campur tangan pemerintah, baik melalui kebijakan ekonomi maupun kebijakan nonekonomi, amat diperlukan untuk memutuskan mata rantai lingkaran setan tersebut.

1) Kebijakan Ekonomi
Kebijakan moneter, fiskal dan ekonomi internasional secara teoretis dapat digunakan pemerintah untuk memperbaiki kondisi perekonomian.

a) Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter dapat memperbesar kemampuan penawaran agregat melalui ~ pemberian kredit, khususnya kepada kelompok usaha kecil dan menengah (UKM).
Di Indonesia hal ini telah dilakukan, misalnya melalui pemberian kredit pertanian dan
atau pedesaan. ,
Kebijakan moneter juga dapat memperbesar permintaan agregat, khususnya untuk kebutuhan pokok yang sangat penting, seperti perumahan. Untuk itu kredit perumahan bagi rakyat yang berpenghasilan rendah dan tetap sangat memberi manfaat. Di Indonesia hal ini dilakukan misaln a lewat # ro • am Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
b) Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal melalui subsidi dapat merungkatkan daya beli dan atau daya investasi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan tetap. Misalnya subsidi BBM pada masa lalu sangat menolong masyarakat yang menggunakan riunyak tanah untuk keperluan memasak atau penerangan malam hari. Demikian juga subsidi pendidikan, telah memungkinkan anak-anak dari keluarga kurang mampu untuk menikmati investasi SDM.
Di sisi lain, kebijakan fiskal dapat menahan laju perilaku konsumtif masyarakat kaya dan berpendapatan tinggi. Hal ini dilakukan lewat kebijakan pajak penghasilan (PPh) progresif dan pajak pertambahan nilai (PPN), khususnya untuk barang mewah (PPnBM). Menahan laju perilaku kelompok kaya amat panting, setidak-tidaknya karena dua alasan:
(1) Mengurangi inflasi akibat tekanan permintaan
Sebenarnya wajar saja bila mereka yang memiliki uang lebih banyak, membeli barang dan jasa yang lebih banyak pula. Tetapi keterbatasan penawaran agregat akan memperbesar tekanan permintaan, bila pola dan gairah konsumsi kelompok kaya tidak dibatasi. Sebab pada akhirnya hal ini akan menaikkan inflasi, yang akan merugikan masyarakat berpendapatan rendah dan tetap.
(2) Menekan efek peniruan (demonstration effect) masyarakat miskin
Yang dimaksud dengan efek peniruan (demonstration effect) adalah berubahnya pola konsumsi masyarakat bawah menjadi lebih konsumtif dari yang seharusnya, karena terpengaruh oleh perilaku konsumsi kelompok masyarakat yang sudah kaya dan atau berpenghasilan tinggi. Di Indonesia saat ini ada kecenderungan di mana masyarakat yang belum mampu, bahkan belum mempunyai penghasilan, untuk meniru apa yang biasa dilakukan kelompok kaya. Misalnya, anak-anak remaja yang belum berpenghasilan membiasakan diri makan/jajan di Kafe atau Mall. Demikian juga keluarga yang sebenarnya belum memiliki penghasilan cukup, memaksakan diri untuk makan bersama di restoran (mewah) untuk merayakan hari ulang tahun anak.
Ilmu ekonomi tidak terlalu memberikan penilaian apakah kebiasaan di atas &,i-ja atau tidak! Wewenang tersebut ada ditangan ilmu teologia (agama). Yang menjadi perhatian ilmu ekonomi adalah apa dampak perilaku tersebut terhadap kestabilan dan masa depan masyarakat (perekonomian). Bila keluarga yang belum mampu, memaksakan diri berperilaku konsumtif, mereka akan kehilangan kemampuan melakukan investasi SDM, khususnya bagi anak-anak mereka. Dalam jangka panjang, pola hidup konsumtif akan sangat merugikan kehidupan bersama. Sebab, 10-15 tahun kemudian yang dihasilkan mungkin adalah angkatan kerja yang bodoh, malas, dan kurang bertanggungjawab.
Selain amok mengelola permintaan agregat, kebijakan fiskal juga berguna untuk pengelolaan sisi penawaran agregat. Misalnya, pengenaan pajak progresif akan mengendalikan nafsu individu atau perusahaan yang mencoba taros meningkatkan keuntungan mereka. Dengan demikian kesempatan kerja dan usaha akan lebih merata.
c) Selain mendapat kucuran dana, negara-negara peminjam juga mendapat bantuan teknis, memperluas jaringan kerja informasi, dan juga memperluas pasar ekspor.
d) Bagi negara pemberi pinjaman yang umumnya sangat kaya, makin besamya ULN dunia ketiga, berarti memperkecil uang menganggur.


Namun dibalik manfaat, terdapat juga risiko-risiko ULNP, terutama kebocoran dan inefisiensi penggunaan dana, baik karena kesalahan/kekurangmampuan manajerial maupun karena korupsi.

Jika penawaran agregat perlu ditingkatkan, pemerintah juga dapat menggunakan instrumen pajak dan subsidi. Misalnya, subsidi pendidikan yang diberikan kepada pengelola pendidikan swasta akan meningkatkan penawaran jasa pendidikan. Demikian juga subsidi BBM dan listrik yang diberikan kepada industri akan dapat meningkatkan output yang ditawarkan.
c) Kebljakan Ekonoml Internasional
Umumnya pemimpin NSB.lebih memilih kebijakan ekonomi terbuka (melakukan hubungan ekonomi dengan lttar negeri). Sebab kebijakan ini akan membuka akses pasar ekspor bagi produk-produk mereka, sekaligus membuka sumber pengadaan barang modal dan bahan baku industri dari negara-negara lain. Secara teoretis, jika pengelolaan baik dan transparan, kebijakan ekonomi terbuka akin mempercepat proses pembangunan ekonomi.
Beberapa kebijakan ekonomi yang umumnya dipilih oleh NSB adalah kebijakan¬kebijakan promosi ekspor, substitusi impor, dan proteksi industri.
(1) Kebijakan promosi ekspor selain menghasilkan devisa, juga melatih dan meningkatkan daya saing atau produktivitas para pelaku ekonomi domestik. Umumnya, NSB mengekspor hasil-hasil sektor primer (pertanian dan per¬tambangan) atau hasil-hasil industri yang telah ditinggalkan negara-negara yang lebih dahulu maju. Thailand misalnya, sangat terkenal sebagai negara yang mampu menghasilkan devisa dari ekspor hasil pertanian. Sementara Indonesia, memperoleh devisa yang besar dari ekspor tekstil. Korea Selatan juga mulai menghasilkan devisa yang besar dari ekspor mobil. Hal yang memungkinkan Thailand mengekspor hasil pertanian, Indonesia mengekspor tekstil dan Korea Selatan mengekspor mobil adalah negara-negara maju (Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa Barat) tidak lagi menaruh perhatian pada sektor pertanian dan industri-industri tersebut. Saat ini mereka berkonsentrasi pada industri yang padat ilmu pengetahuan (knowledge intensive), misalnya komputer dan peralatan komunikasi canggih atau peralatan militer modem. Sebab nilai tambah dari penjualan produk-produk tersebut jauh lebih tinggi dari yang dihasillcan industri mobil atau tekstil.
(2) Kebijakan substitusi impor adalah kebijakan untuk memproduksi barang-barang yang diimpor. Tujuan utamanya adalah penghematan devisa. Di Indonesia, pengembangan industri tekstil pada awalnya adalah langkah substitusi impor. Jika tahap substitusi impor terlampaui, NSB umum-nya lantas menempuh strategi¬promosi ekspor.
(3) Kebijakan proteksi industri umumnya bersifat sementara. Sebab tujuannya untuk melindungi industri yang masih baru berkembang (infant industries), sampai mereka mampu bersaing. Jika industri tersebut sudah dewasa, maka perlindungan dicabut. Perlindungan yang diberikan biasanya adalah pengenaan tarif dan atau pemberian kuota untuk barang-barang produk negara lain yang boleh masuk ke pasar domestik. _

2) Kebljakon Non Ekonoml
Pengalaman pembangunan di NSB berkali-kali menunjukkan bahwa kebijakan ekonomi yang dirancang dan dilaksanakan tidak memberikan hasil seperti yang diharapkan. Di Indonesia, subsidi BBM telah dimanfaatkan dengan baik oleh kelompok kaya dengan membeli BBM yang lebih banyak digunakan untuk mobil dan sumber energi lainya. Demikian juga subsidi pendidikan tinggi, khususnya di perguruan tinggi negeri saat ini lebih banyak dinikmati oleh anak-anak dari keluarga mampu.
Gejala di atas dapat dijelaskan oleh ilmu ekonomi, yaitu terjadinya kegagalan pasar (market failure), yang disebabkan belum baiknya mekanisme pasar dan informasi yang tidak simetris dan sempurna. Tetapi faktor lain yang tidak dapat diabaikan adalah faktor-faktor nonekonomi. Misalnya monopoli kekuasaan, maraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dan faktor-faktor sosial budaya. Karenanya, kebijakan non ekonomi akan saling mendukung dengan kebijakan ekonomi.
Kebijakan non ekonomi yang dapat ditempuh pemerintah antara lain penegakan hukum, memperbaiki kondisi demokrasi, desentralisasi atau pengembangan otonomi daerah secara bertahap.
c. Utang Luar Negerl (External Debt)
Salah satu persoalan terbesar yang dihadapi negara-negara dunia ketiga adalah besarnya utang luar negeri (ULN). Jika pada tahun 1970-an ULN negara dunia ketiga sebagian besar adalah ULN pemerintah (public external debt), maka pada dasawarsa terakhir abad 20, porsi terbesar adalah ULN sektor swasta (private external debt). Pembahasan ULN dunia ketiga menjadi sangat relevan, karena salah satu faktor penyebab krisis ekonomi di Amerika Selatan periode 1980-an dan Asia Timur periode 1990-an adalah besarnya ULN, terutama sektor swasta.
1) Utang Luar Negerl Pemerlntah (Public External Debt)
Yang dimaksud dengan utang luar negeri pemerintah (ULNP) adalah pinjaman pemerintah dari lembaga-lembaga bantuan keuangan internasional, khususnya Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund). Pinjaman tersebut diberikan untuk mempercepat proses pembangunan. Sebab, untuk menjalankan fungsi-fungsi pemerintah yang ideal, maka anggaran pemerintah harus sangat besar, sementara kemampuan keuangan negara sangat lemah.
Ada beberapa argumentasi yang membenarkan pinjaman luar negeri oleh pemerintah, di antaranya adalah:
a) Sangat lemahnya kemampuan pendanaan domestik sektor swasta maupun pemerintah. Dengan demikian ULN ibarat suntikan makanan, yang akan sangat mempercepat proses pembangunan ekonomi.
b) Pinjaman yang diberikan sangat ringan, dalam arti utang bersifat jangka panjang dan dengan tingkat bunga sangat rendah.

2) Utang Luar Negeri Swasta (Private External Debt)
Utang luar negeri swasta (ULNS) dilakukan berdasarkan pertimbangan bisnis. Lembaga-lembaga keuangan internasional barn akan memberi pinjaman kepada sektor swasta, jika memenuhi pertimbangan-pertimbangan finansial. Kadang-kadang pemberi pinjaman meminta jaminan pemerintah atas utang swasta. Hal ini disebut
public guarantee debt.
Karena dasar pertimbangan utamanya adalah untung rugi, maka ULNS mempunyai syarat dan beban yang lebih berat. Umpamanya, jangka waktu pinjaman relatif pendek dengan tingkat bunga pinjaman yang tinggi.
3) Perkembangan Utang Luar Negerl Dunla Ketiga
Pada tahun 1997 jumlah ULN NSB mencapai US$ 2,0 triliun, padahal pads tahun 1985 baru mencapai US$ 0,92 triliun, atau selama 1985-1997 ULN dunia ketiga meningkat dengan kecepatan 6,7% per tahun. Angka pertumbuhan ULN ini lebih besar dari pertumbuhan PNB dunia ketiga amok periode yang sama.
Dari sejumlah US$ 2,0 triliun di atas, sekitar US$ 1,3 triliun adalah utang 10 negara pengutang terbesar, yaitu Brasil (US$ 194 miliar), Mexico (US$ 149 miliar), Cina (US$ 146,7 miliar), Korea Selatan (US$ 143 miliar), Indonesia (US$ 136,2 miliar), Rusia (US$ 126 miliar), Argentina (US$ 123 miliar), India (US$ 94 miliar), Thailand (US$ 93 miliar), Turki (US$ 91 miliar). Dengan demikian sekitar 65% ULN dunia merupakan utang 10 negara, di mana 9 di antaranya adalah negara dunia ketiga. Kondisi ini lebih berat dibanding tahun 1985, di mana total ULN 10 negara tersebut di atas adalah US$ 0,5 triliun atau 54% total ULN dunia
 
Dari sepuluh negara tersebut di atas, beberapa di antaranya memang telah lama mengalami masalah ULN yang besar, misalnya Brasil yang di tahun 1985 ULN-nya telah mencapai US$ 104 miliar, Mexico (US$ 97 miliar), Korea Selatan (US$ 55 miliar), dan Argentina (US$ 51 miliar). Di luar ketiga negara tersebut selama 1985-1997 ada beberapa negara yang pertumbuhan ULN-nya melebihi angka 10% per tahun. Misalnya China (20,3% per tahun), dan Thailand (14,9% per tahun).

Senin, 14 Maret 2011

Tugas 4 : perhitungan pendapatan nasional

PERHITUNGAN PENDAPATAN NASIONAL

Pendapatan negara dapat dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu:

·         Pendekatan pendapatan, dengan cara menjumlahkan seluruh pendapatan (upah, sewa, bunga, dan laba) yang diterima rumah tangga konsumsi dalam suatu negara selama satu periode tertentu sebagai imbalan atas faktor-faktor produksi yang diberikan kepada perusahaan.

·         Pendekatan produksi, dengan cara menjumlahkan nilai seluruh produk yang dihasilkan suatu negara dari bidang industri, agraris, ekstraktif, jasa, dan niaga selama satu periode tertentu. Nilai produk yang dihitung dengan pendekatan ini adalah nilai jasa danbarang jadi (bukan bahan mentah atau barang setengah jadi).

·         Pendekatan pengeluaran, dengan cara menghitung jumlah seluruh pengeluaran untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu negara selama satu periode tertentu. Perhitungan dengan pendekatan ini dilakukan dengan menghitung pengeluaran yang dilakukan oleh empat pelaku kegiatan ekonomi negara, yaitu: Rumah tangga (Consumption), pemerintah (Government), pengeluaran investasi (Investment), dan selisih antara nilai ekspor dikurangi impor (X − M)
Tahukan anda Salah satu indikator telah terjadinya alokasi yang efisien secara makro adalah nilai output nasional yang di hasilkan sebuah perekonomian pada suatu periode tertentu. Hal ini di karenakan :
Ada 3 yaitu
1.  besarnya output nasional merupakan gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam perekonomian (tenaga kerja, barang modal, uang dan kemampuan kewirausahawan) digunakan untuk memproduksi barang dan jasa.
2.  besarnya output nasional merupakan gambaran awal tentang produktivitas dan tingkat kemakmuran suatu Negara. Alat ukur yang disepakati tentang tingkat kemakmuran adalah output nasional perkapita. Nilai output perkapita diperoleh dengan cara membagi besarnya output nasional dengan jumlah penduduk pada tahun yang bersangkutan.
3.  besarnya output nasional merupakan gambaran awal tentang masalah-masalah struktural (mendasar) yang dihadapi oleh suatu perekonomian.

Dalam analisis kebijakannya, istilah yang paling sering dipakai untuk pendapatan nasional adalah Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Products (GDP). Istilah tersebut juga merujuk pada pengertian :

“Nilai barang dan jasa akhir berdasarkan harga pasar, yang diproduksi oleh sebuah perekonomian dalam satu periode (kurun waktu) dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang berada (berlokasi) dalam perekonomian tersebut.”

“the total market value of all final goods and services produced within a given period, by factors of production located within a country.” (case & fair, 1996).

Selanjutnya Tercakup dalam definisi di atas adalah ;
 Produk dan jasa akhir, dalam pengertian barang dan jasa yang dihitung dalam PDB adalah barang dan jasa yang digunakan pemakai terakhir (untuk konsumsi).
a. Harga pasar, yang menunjukan bahwa nilai output nasional tersebut dihitung berdasarkan tingkat harga yang berlaku pada periode yang bersangkutan.
b. Faktor-faktor produksi yang berlokasi di Negara yang bersangkutan, dalam arti perhitungan PDB tidak mempertimbangkan asal faktor produksi (milik perekonomian atau milik asing) yang digunakan dalam menghasilkan output.
1. Siklus Aliran Pendapatan (Cirkular Flow) dan Interaksi Antarpasar

a. Siklus Aliran Pendapatan (Circular Flow)


Model Circular Flow membagi perekonomian menjadi 4 sektor :
1.Sektor Rumah Tangga (Households Sector), yang terdiri atas sekumpulan individu yang dianggap homogen dan identik.

2.Sektor Perusahaan (Firms Sector), yang terdiri atas sekumpulan perusahaan yang memproduksi barang dan jasa.

3.Sektor Pemerintahan (Government Sector), yang memiliki kewenangan politik untuk mengatur kegiatan masyarakat dan perusahaan.

4.Sektor Luar Negri (Foreign Sector), yaitu sektor perekonomian dunia,dimana perekonomian melakukan transaksi ekspor-impor.

b. Tiga Pasar Utama (Three Basic Markets)

1. Pasar Barang dan Jasa (Goods and Services Market) adalah pertemuan antara permintaan dan penawaran barang dan jasa.

2. Pasar Tenaga Kerja (Labour Market) adalah interaksi antara permintaan dan penawaran tenaga kerja.

3. Pasar Uang dan Modal (Money and Kapital Market) adalah interaksi antara permintaan uang dengan penawaran uang.

2. Metode Perhitungan Pendapatan Nasional

a. Metode Output (Output Approach) atau Metode Prduksi
Menurut metode ini PDB adalah total output (produksi) yang dihasilkan oleh suatu perekonomian. Cara perhitungan dalam praktik adalah dengan membagi-bagi perekonomian menjadi beberapa sektor produksi (industrial origin).

NT = NO-NI
dimana :
NT = nilai tambah
NO = nilai output
NI = nilai input antara

Dari persamaan diatas sebenarnya dapat dikatakan bahwa proses produksi merupakan proses menciptakan atau meningkatkan nilai tambah.Aktivitas produksi yang baik adalah aktivitas yang menghasilkan NT>0. dengan demikian besarnya PDB adalah :

PDB = n jumlah i=1 NT
dimana :
i = sektor produksi ke 1,2,3....,n

b. Merode Pendapatan (Income Approach)
Metode pendapatan memandang nilai output perekonomian sebagai nilai total balas jasa atas faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi. Hubungan antara tingkat output dengan faktor-faktor produksi yang digunakan digambarkan dalam fungsi produksi sederhana dibawah ini.

Q = f(L,K,U,E)
dimana :
Q = output
L = tenaga kerja
K = barang modal
U = uang/finansial
E = kemampuan enterpreneur atau kewirausahaan

Balas jasa untuk tenaga kerja adalah upah atau gaji. Untuk barang modal adalah pendapatan sewa. Untuk pemilik uang/aset finansial adalah pendapatan bunga.Sedangkan untuk pengusaha adalah keuntungan. Total balas jasa atas seluruh faktor produksi disebut Pendapatan Nasional (PN).

PN = w + i + r + ......
dimana :
w = upah/gaji (wages/salary)
i = pendapatan bunga (interest)
r = pendapatan sewa (rent)

C. Metode Pengeluaran (Expenditure Approach)

Menurut metode ini ada beberapa jenis pengeluaran agregat dalam suatu perekonomian:

1.Konsumsi Rumah Tangga (Household Consumption)
Pengeluaran sektor rumah tangga dipakai untuk konsumsi akhir,baik barang dan jasa yang habis pakai dalam tempo setahun atau kurang maupun barang yang dapat dipakai lebih dari setahun/barang tahan lama.

2.Konsumsi Pemerintah (Government Consumption)
Yang masuk dalam perhitungan konsumsi pemerintah adalah pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang digunakan untuk membeli barang dan jasa akhir.Sedangkan pengeluaran-pengeluaran untuk tunjangan-tunjangan sosial tidak masuk dalam perhitungan konsumsi pemerintah.

3.Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (Invesment Expenditure)
PMTDB merupaka pengeluaran sektor dunia usaha.Pengeluaran ini dilakukan untuk memelihara dan memperbaiki kemampuan menciptakan/meningkatkan nilai tambah.Termasuk dalam PMTDB adalah perubahan stok, baik berupa barang jadi maupun barang setengah jadi.

4.Ekspor Neto (Net Export)
Yang dimaksud dengan ekspor bersih adalah selisih antara nilai ekspor dengan impor.Nilai PDB berdasarkan metode pengeluaran adalah nilai total lima jenis pengeluaran tsb :

PDB = C + G + I + (X-M)
dimana : 
C = konsumsi rumah tangga
G = konsumsi/pengeluaran pemerintah
I = PMTDB
X = ekspor
M = impor

3. Beberapa Pengertian Dasar Tentang Perhitungan Agregatif

a.Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product)
PDB menghitung hasil produksi suatu perekonomian tanpa memperhatikan siapa pemilik faktor produksi tersebut.

b.Produk Nasional Bruto (Gross National Product)
Nilai produksi yang dihasilkan oleh faktor-faktor produksi milik perekonomian disebut sebagai Produksi Nasional Bruto.

PNB = PDB - PFLN + PFDN

Selisih antara PFLN dengan PFDN adalah pendapatan faktor produksi Neto.dengan demikian dapat juga dikatakan :

PNB = PDB + PFPN

c.Produk Nasional Neto (Net Nasional Product)
Untuk memproduksi barang dan jasa dibutuhkan barang modal.inilah sebabnya sektor perusahaan harus melakukan investasi.Tujuan investasi adalah mengganti barang modal yang sudah usang dan menambah stok barang modal yang sudah ada.

PNN = PNB - Depresiasi

d.Pendapatan Nasional (National Income)
Ketika membahas output nasional dengan metode pendapatan,telah dikatakan bahwa PN merupakan balas jasa atas seluruh faktor produksi yang digunakan.

PN = PNN - PTL + S

e.Pendapatan Personal (Personal Income)
PP adalah bagian pendapatan nasional yang merupakan hak individu-individu dalam perekonomian,sebagai balas jasa keikutsertaan mereka dalam proses produksi.

PP = PN - LTB - PAS + PIGK + PNBJ

f.Pendapatan Personal Disposabel (Dissposable Personal Income)
yang dimaksud dengan PPD adalah pendapatan personal yang dipakai oleh individu,baik untuk membiayai konsumsinya maupun untuk ditabung.Besarnya adalah pendapatan personal dikurangi pajak atas pendapatan personal (PAP) atau personal taxes.

C + G + 1 + (X - M) = PDB

4. PDB Harga Berlaku dan Harga Konstan

Nilai PDB suatu periode tertentu sebenarnya merupakan hasil perkalian antara harga barang yang diproduksi dengan jumlah barang yang dihasilkan.Untuk memperoleh PDB harga konstan,kita harus menentukan tahun dasar yang merupakan tahun dimana perekonomian berada dalam kondisi baik/stabil.

Manfaat dari perhitungan PDB harga konstan, selain dengan segera dapat mengetahui apakah perekonomian mengalami pertumbuhan/tidak,juga dapat menghitung perubahan harga (inflasi)

Inflasi = (Deflator tahun t - Deflator tahun t-1) / (Deflator tahun t-1) * 100%

5.Manfaat dan Keterbatasan Perhitungan PDB

a.Perhitungan PDB dan Analisis Kemakmuran
Perhitungan PDB akan memberikan gambaran ringkas tentang tingkat kemakmuran suatu negara,dengan cara membaginya dengan jumlah penduduk.Angka tersebut dikenal sebagai angka PDB per kapita.Biasanya semakin tinggi PDB kemakmuran rakyat dianggap makin tinggi.

Kelemahan dari pendekatan diatas adalah tidak terlalu memperhatikan aspek distribusi pendapatan. Faktor utama pemicu gejalas diatas adalah masalah distribusi pendapatan.

b.Perhitungan PDB dan Masalah Kesejahteraan Sosial
Perhitungan PDB maupun PDB per kapita juga dapat digunakan untuk menganalisis tingkat kesejahteraan sosial suatu masyarakat.Umumnya ukuran tingkat kesejahteraan yang dipakai adalah tingkat pendidikan,kesehatan dan gizi,kebebasan memilih pekerjaan dan jaminan masa depan yang lebih baik.

Masalah mendasar dalam perhitungan PDB adalah tidak diperhatikannya dimensi nonmaterial.Sebab PDB hanya menghitung output yang dianggap memenuhi kebutuhan fisik/materi yang dapat diukur dengan nilai uang.

c.PDB Per Kapita dan Masalah Produktivitas
Sampai batas-batas tertentu,angka PDB per kapita dapat mencarminkan tingkat produktivitas suatu negara.

Untuk memperoleh perbandingan produktivitas antarnegara,ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan :

1. Jumlah dan komposisi penduduk : Bila jumlah penduduk makin besar,sedangkan komposisinya sebagian besar adalah penduduk usia kerja (15-64thn) dan berpendidikan tinggi (>SLA),maka tingkat output dan produktivitasnya dapat makin baik.

2. Jumlah dan struktur kesempatan kerja : Jumlah kesempatan kerja yang makin besar memperbnyak penduduk usia kerja yang dapat terlibat dalam proses produksi.Tetapi komposisi kerja pun mempengaruhi tingkat produktifitas.

3. Faktor-faktor nonekonomi : yang tercakup dalam faktor-faktor nonekonomi antara lain etika kerja,tata nilai,faktor kebudayaan dan sejarah perkembangan.

d.Penghitungan PDB dan Kegiatan-kegiatan Ekonomi Tak Tercatat(Underground Economy)
Angka statistika PDB indonesia yang dilaporkan BPS hanya mencatat kegiatan-kegiatanekonomi formal.DInegara-negara berkembang,keterbatasan kemampuan pencatatan lebih disebabkan oleh kelemahan administratif dan struktur kegiatan ekonomi masih didominasi oleh kegiatan pertanian dan informal.

Tetapi dinegara-negara maju,kebanyakan kegiatan ekonomi yang tak tercatat bukan karena kelemahan administratif,melainkan karena kegiatan tersebut merupakan kegiatan ilegal melawan hukum.Padahal,nilai transaksinya sangat besar. Misalnya,kegiatan penjualan obat bius dan obat-obatan terlarang lainnya.

Minggu, 13 Maret 2011

Tulisan 2 : Peranan sektor luar negeri terhadap indonesia.

Peranan sektor luar negeri terhadap indonesia.
Negara Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat berhak menentukan nasibnya sendiri serta kebijaksanaan luar negerinya. Bangsa atau negara tidak mungkin sanggup memenuhi semua kebutuhan warganya karena itu, diperlukan suatu kerjasama hubungan internasional yaitu hubungan antar bangsa dalam segala aspeknya yang dilakukan oleh suatu negara untuk mencapai kepentingan nasional negara itu.
Bangsa Indonesia dalam membina hubungan dengan negara lain menerapkan prinsip-prinsip politik luar negeri yang bebas dan aktif yang diabdikan bagi kepentingan nasional, terutama untuk kepentingan pembangunan disegala bidang serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pembangunan hubungan luar negeri Indonesia ditujukan untuk peningkatan persahabatan dan kerjasama bilateral, regional dan multilateral melalui berbagai macam forum sesuai dengan kepentingan dan kemampuan nasional, oleh karena itu Indinesia harus membangun citra yang positif diluar negeri.
Untuk menandai hubungan dengan negara lain, harus didahului dengan pembukaan utusan konsuler atau diplomatik yang bersifat bilateral. Hubungan Internasional diselanggarakan oleh kesatuan diplomatik sebagai unsur departemen luar negeri yang harus mampu menguraikan aspirasi nasional diluar negeri. Tugas-tugas yang dijalankan menteri luar negeri harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum kepada presiden sebagai kepala pemerintahaan.

A. Langkah-langkah pemerintah Orde Baru terhadap pembangunan politik luar negeri (1968-
1998).


Pada masa orde baru, militer sangat berperan dalam politik Indonesia. Militer mengajukan hak untuk memiliki perwakilan di pemerintahan, DPR, dan birokrasi. Hal ini menimbulkan konsep dwi-fungsi (dual-function) yang saat ini digunakan sebagai dasar keterlibatan militer dalam politik. Setelah kudeta 1965, posisi strategis dalam pemerintahan, baik dalam tingkat nasional maupun sub-nasional diambil oleh para perwira. Soeharto menaruh perhatian pada masalah pembangunan ekonomi dan mempertahankan hubungan persahabatan dengan pihak Barat. Pemerintahannya memperkenalkan kebujakan pintu terbuka di mana investasi asing ditingkatkan, dan bantuan pinjaman dibutuhkan untuk merehabilitasi ekonomi Indonesia. Soeharto menghentikan konfrontasi dengan Malaysia. Indonesia juga ktif dalam mendukung berdirinya organisasi ASEAN di tahun 1967 guna mempromosikan kerja sama ekonomi dan politik.

B. Hubungan Indonesia dengan Negara-negara lain.

Sebelum tahun 1988, para petinggi Indonesia sepakat bahwa ASEAN adalah fondasi politik luar negeri Indonesia yakni dalam bidang keamanan dan stabilitas. Indonesia memainkan peranan penting dalam pembentukan organisasi regional tersebut.
Tahun 1966, Soeharto menghentikan konfrontasi dengan Malaysia dan mulai menunjukkan pada dunia bahwa ia akan meninggalkan kebijakan Soekarno yang sangat agresif. Dengan membangun stabilitas politik, Indonesia dapat membangun ekonominya melalui investasi asing dan bantuan luar negeri.
ASEAN bukanlah organisasi regional pertama, akan tetapi sudah ada sebelumnya SEATO (The Southeast Asian Treaty Organization) yang didirikan oleh Amerika Serikat untuk menghadapi kekuatan komunis di wilayah Asia Tenggara. Pakta militer ini gagal mencapai tujuannya karena kekuatan komunis yang tidak dapat dilawan hanya dengan kekuatan militer konvensional dan kebanyakan dari anggota organiasasi ini tidak mempunyai komitmen yang kuat terhadap tujuan yang ada. Indonesia yang anti-kolonialisme bertentangan dengan organisasi ini dan Malaya sebagai sekutu Inggris yang bukan anggota SEATO menganggap bahwa organisasi tersebut tidak popular sehingga diperlukan pembentukan organisasi keamanan di luar SEATO. Dengan dukungan Filipina dan Thailand, Malaya membentuk organisasi budaya dan ekonomi ASA (Association of Southeast Asia). ASA mengundang Negara-negara di Asia Tenggara untuk bergabung dalam organisasi ini, akan tetapi tidak ada satu pun yang berminat, termasuk Indonesia di bawah Presiden Soekarno. ASA tidak berkembang juga disebabkan karena adanya perseteruan antara Malaya dan Filipina dalam masalah kepemilikan Sabah.
Selain itu juga ada organisasi Maphilindo (Malay, Filipina, Indonesia), tetapi organisasi ini pecah karena adanya perseteruan Indonesia dengan Malaya. ASA kembali bangkit setelah Ferdinand Marcos merubah kebijakannya terhadap Sabah, tetapi Indonesia tetap tidak ikut bergabung dalam organisasi ini.

C. Hubungan Bilateral Indonesia dengan Negara-negara ASEAN dan Posisi Indonesia dalam konteks ASEAN.

Hubungan Indonesia – Malaysia
Setelah Soeharto memegang kekuasaan, konfrontasi dengan Malaysia berakhir dan hubungan social-budaya dipulihkan. Banyak guru dan dosen yang dikirim ke Malaysia untuk mengajar di sana. Di tahun 1972, bahasa Melayu dan Indonesia disatukan oleh suatu system ejaan yang sama. Latihan militer bersama diadakan untuk menghancurkan kekuatan komunis di Sabah dan Serawak, perjanjian atas Selat Malaka ditandatangani oleh Indonesia, Singapura, dan Malaysia. Pada bulan Maret 1980, Indonesia mempererat kerjasama dengan Malaysia. Presiden Soeharto bertemu dengan Hussein Onn dan menghasilkan Doktrin Kuantan yang menganggap bahwa Vietnam berada di bawah tekanan Cina sehingga mengakibatkan Vietnam lebih mendekati Uni Soviet, dan ini dinilai akan membahayakan keamanan regional.
Tahun 1972, diadakan kerjasama dengan mengadakan Komite Perbatasan Bersama (Joint Border Committee/JBC) untuk menghadapi pemberontakan komunis di perbatasan Malaysia Timur. Di tahun 1984, kerjasama ini diperbaharui dengan memasukkan patroli laut dan udara di sepanjang perbatasan dan Selat Malaka. Sel;ain itu, penjagalan terhadap penyelundupan, perdagangan obat bius dan pemalsuan uang juga ditambahkan dalam kerjasama tersebut.
Hubungan Indonesia dengan Malaysia kembali bermasalah dengan adanya tawaran Indonesia atas fasilitas militer yang digunakan oleh angkatan bersenjata Singapura. Malaysia mengkritik dan menilainya sebagai ancaman terhadap keamanan Malaysia. Adanya warga Negara Indonesia yang digantung di Malaysia karena menjual obat bius karena Indonesia sebelumnya tidak berhasil menyelamatkan terhukum dengan meminta penundaan proses eksekusi. Selain itu, banyaknya pendatang illegal dari Indonesia ke Malaysia sejak tahun 1970 menimbulkan masalah karena meningkatkan angka kriminalitas dan penyebaran penyakit di Malaysia. Pada bulan Juni 1994, sengketa pulau Sipadan dan Ligitan menimbulkan kritik Indonesia atas pelanggaran yang dilakukan Malaysia.

Hubungan Indonesia – Singapura
Pada masa pemerintahan Soeharto, masalah militer yang terjadi antara Indonesia dengan Singapura mulai dikesampingkan. Soeharto menaruh perhatian pada rehabilitasi ekonomi dan pembangunan ekonomi dan menolak tindakan drastis. Akibat dari masalah militer tersebut, hubungan kedua Negara berada pada titik terendah dan memakan waktu lima tahun untuk menstabilkannya. Bulan Mei 1973, Perdana Menteri Lee Kuan Yem berkunjung ke Indonesia untuk membuka hubungan Indonesia – Singapura. Bersama dengan duta besar Kwoon Choy, ia menyempatkan diri unutk menaburkan bunga di pusara marinir dari kedua Negara yang gugur akibat konfrontasi militer. Tindakan ini menenangkan hati kedua Negara sehingga persahabatan kembali terjalin. Singapura juga memberikan informasi perdagangan bilateral untuk menunjukkan bahwa tidak ada lagi yang disembunyikan diantara kedua Negara.
Pada bulan Januari 1990 diadakan kesepakatan dalam mengembangkan kawasan industri Batam. Singapura juga akan membeli air minum dari pulau Bintan. Dengan ini Indonesia – Singapura kembali harmonis.Kepentingan timbal-balik juga dialaksanakan dengan mengadakan MOU (Memorandum of Understanding) yang memberikan izin kepada Singapura untuk melatih pasukan bersenjatanya di Indonesia. Juga dibukanya pangkalan udara di Pekan Baru yang dikembangkan kedua Negara sebagai ajang latihan militer bersama.Pada tahun 1994, Indonesia – Singapura menandatangani Persetujuan Kerjasama Pariwisata dan Persetujuan Pelayanan Udara yang memungkinkan kedua Negara mengambil keuntungan dari meledaknya industri pariwisata. Pada tahun 1995, Singapura menjadi penanam modal kumulati nomor enam di Indonesia.

Hubungan Indonesia – Singapura
Pada masa pemerintahan Soeharto, masalah militer yang terjadi antara Indonesia dengan Singapura mulai dikesampingkan. Soeharto menaruh perhatian pada rehabilitasi ekonomi dan pembangunan ekonomi dan menolak tindakan drastis. Akibat dari masalah militer tersebut, hubungan kedua Negara berada pada titik terendah dan memakan waktu lima tahun untuk menstabilkannya. Bulan Mei 1973, Perdana Menteri Lee Kuan Yem berkunjung ke Indonesia untuk membuka hubungan Indonesia – Singapura. Bersama dengan duta besar Kwoon Choy, ia menyempatkan diri unutk menaburkan bunga di pusara marinir dari kedua Negara yang gugur akibat konfrontasi militer. Tindakan ini menenangkan hati kedua Negara sehingga persahabatan kembali terjalin. Singapura juga memberikan informasi perdagangan bilateral untuk menunjukkan bahwa tidak ada lagi yang disembunyikan diantara kedua Negara.
Pada bulan Januari 1990 diadakan kesepakatan dalam mengembangkan kawasan industri Batam. Singapura juga akan membeli air minum dari pulau Bintan. Dengan ini Indonesia – Singapura kembali harmonis.Kepentingan timbal-balik juga dialaksanakan dengan mengadakan MOU (Memorandum of Understanding) yang memberikan izin kepada Singapura untuk melatih pasukan bersenjatanya di Indonesia. Juga dibukanya pangkalan udara di Pekan Baru yang dikembangkan kedua Negara sebagai ajang latihan militer bersama.Pada tahun 1994, Indonesia – Singapura menandatangani Persetujuan Kerjasama Pariwisata dan Persetujuan Pelayanan Udara yang memungkinkan kedua Negara mengambil keuntungan dari meledaknya industri pariwisata. Pada tahun 1995, Singapura menjadi penanam modal kumulati nomor enam di Indonesia.

Hubungan Indonesia – Filipina
Dalam catatan memorinya, Jenderal Yoga mencatat bahwa Marcos tidak mengikuti langkah-langkah yang dianjurkan oleh Soeharto yakni yang pertama memberikan jaminan kemerdekaan beragama dan masyarakat Islam bagian selatan Filipina diberikan perlindungan. Yang kedua tradisi dan budaya Islam dihargai, ketiga tanah milik nenek moyang Moro dikembalikan dan keempat masyarakat Islam diberi kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan nasional. Marcos menerima tiga dari empat usulan dan menolak satu yang berkaitan dengan pengembalian tanah. Kemudian Marcos mengesampingkan Indonesia dan berupaya untuk mendekati Negara-negara Timur Tengah dan Organisasi Konferensi Islam (OKI) untuk memecahkan isu Moro. Yoga juga berkomentar bahwa karena sikap Marcos, Indonesia tidak ingin lagi memberikan bantuan. Dalam soal isu Sabah, Marcos tidak memberikan konsesi terhadap Malaysia selama pertemuan di Bali yang menyebabkan kekecawaan bagi Indonesia.
Isu Sabah menyebabkan friksi (perpecahan) yang berkelanjutan antara Jakarta dan Manila. Ditahun 1981 Duta Besar Indonesia di Manila, Jenderal Leo Lopulisa, dilaporkan oleh pers Filipina telah mendesak Filipina untuk berunding dengan Malaysia atas isu Sabah dan dikatakan telah meminta majelis nasional Filipina untuk meloloskan suatu resolusi yang meyakinkan Malaysia bahwa Filipina tidak akan melanjutkan hak atas Sabah. Pemerintah Filipina ini menganggap mencampuri urusan dalam negeri Filipina dan mereka memprotes terhadap pemerintah Indonesia. Sebagai akibatnya, Duta Besar Indonesia untuk Filipina dipanggil pulang dan antara Januari 1982 dan April 1984 tidak ada Duta Besar Indonesia yang ditempatkan di Manila.
Pada bulan Mei 1994 ada suatu peristiwa yang menunjang hubungan Manila Jakarta. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) Filipina menjadwalkan suatu konfrensi mengenai Timor Timur. Ketika suatu konfrensi sudah dekat Jakarta mendesak pemerintah Filipina untuk menghalangi pelaksanaan konfrensi. Ketika Manila mengatakan bahwa mereka tidak dapat membubarkan suatu pertemuan LSM, Jakarta mengumumkan bahwa delagasi tidak akan menghadiri konfrensi pengusaha ASEAN yang diadakan di Davau. Jakarta juga mengancam bahwa Indonesia mungkin tidak akan melanjutkan untuk bertindak sebagai penengah antara Moro dan Manila. Selain itu, terdapat laporan bahwa organisasi Islam pro pemerintah di Jakarta mengusulkan mengadakan ”suatu konferensi tandingan” mengenai MNLF untuk otonomi. Hubungan Jakarta dan Manila menjadi panas. Tetapi setelah itu, akhirnya Filipina mengalah akibat dari tekanan Jakarta yang terus menerus dan Presiden Ramos pada akhirnya memerintahkan agar delegasi non-Filipina dilarang memasuki Filipina untuk menghadiri konferensi dengan alasan mereka akan mengganggu kepentingan nasional Filipina. Setelah itu Indonesia memuji Filipina.

Hubungan Indonesia – Thailand
Setelah Chatichai jatuh dari kursi perdana menteri, perbaikan hubungan Indonesia – Thailand mulai terlaksana. Tahun 1991, Perdana Menteri Anand Panyarachun menghidupkan lagi ide Wilayah Perdagangan Bebas ASEAN (AFTA-ASEAN Free Trade Area) dan menerima dukungan Singapura dan Malaysia.Hubungan Indonesia – Thailand jauh lebih baik saat Chuan Leekpai menjadi perdana Menteri. Ia mengunjungi Indonesia dan sepakat mempelajari proyek Segitiga Bagian Utara untuk mendorong kerjasama ekonomi Indonesia – Thailand – Malaysia. Indonesia menjadi antusias terhadap usulan tersebut setelah upaya RRC untuk menarik investasi asing dari Indonesia.

Hubungan Indonesia – Brunei
Hubungan Indonesia dengan Brunei dilakukan dengan saling mengunjungi antara Soeharto dan Sultan. Soeharto berkunjung dua kali yaitu pada tahun 1984 saat Brunei mendeklarasikan kemerdekaannya dari Inggris dan pada tahun 1989 selama upacara berkhatan. Sultan berkunjung ke Jakarta di tahun 1988 dan memberikan pinjaman lunak sebesar US$ 100 juta untuk proyek Indonesia dan setengahnya digunakan untuk membiayai pembangunan jalan tol.
Indonesia dan Forum Regional ASEAN
Indonesia merupakan factor penting dalam pembentukan ASEAN sebagai organisasi yang bergairah. Indonesia memaksimalkan perannya di ASEAN. Satu indikatornya adalah mempromosikan ZOPFAN dan SEANWFZ yang mengajukan tentang konsep mengenai keamanan dan tertib regional.
Pada bulan Juli 1993 di Singapura, pada Pertemuan Konferensi Pasca Tinghkat Menteri ASEAN, ARF diperkenalkan dengan tujuan untuk membangun kepercayaan, stabilitas dan hubungan yang konstruktif. ARF dikukuhkan di Bangkok pada tahun 1994. ARF terdiri dari 18 anggota termasuk empat kekuatan utama (AS, Cina, Rusia, dan Jepang). Karena Indonesia memegang politik bebas aktif, maka ia tidak ingin terikat dalam suatu lembaga keamanan di mana terdapat kekuatan utama non-Asia Tenggara. Forum ini membicarakan isu-isu kunci seperti tindakan membina kepercayaan, perlombaan senjata, krisis Korea, rivalitas hak territorial di Laut Cina Selatan dan masa depan Kamboja. Ali Altas mengatakan bahwa Pertemuan Tingkat Tinggi terdahulu di konferensi ARF di Brunei, ASEAN akan memasukkan usulan atas ZOPFAN, SEANWFZ dan Pakta Persahabatan dan kerjasama.

D. Peran serta Republik Indonesia dalam oganisasi Internasional.

1. Peringatan 30 Tahun Konferensi Asia-Afrika.
Pada tahun 1985, Indonesia menjadi tuan rumah peringatan Konferensi Asia-Afrika di Bandung. Kurang lebih 100 negara Asia dan Afrika diundang. Dalam pertemuan tersebut, seluruh peserta tidak dapat menyetujui beberapa isu utama internasional. Akibatnya tidak ada resolusi. Beberapa komentar berpendapat bahwa ini bukanlah suatu konferensi. Tapi bagi Indonesia, ini adalah langkah pertama bagi indonesia untuk aktif kembali di dunia internasional.

2. Gerakan Non-Blok dan Pertemuan APEC.
Pada tahun 1987, Presiden Soeharto mengirim Wakil Presiden Umar Wirahadikusumah untuk menghadiri konferensi Non-Blok di Zimbabwe, Afrika. Umar diperintahkan untuk menyampaikan keinginan Indonesia menjadi ketua konferensi Non-Blok selanjutnya. Tawaran itu ditolak alasnannya adalah karena Indonesia dinilai Pro-Barat oleh anggota lainnya yang Pro-Soviet. Selain itu, invasi Indonesia terhadap Timur Timur juga menimbulkan kemarahan negara-negara Afrika. Dan yang terakhir adalah penolakan Indonesia terhadap pembukaan kantor Organisasi Pembebasan Palestina di Jakarta. Tahun 1988, Ali Alatas kembali mengemukakan keinginan itu, tetapi hanya mendapatkan dukungan minoritas anggotanya. Pada tahun 1991 Indonesia berhasil mendapatkan dukungan disebabkan Indonesia antara tahun 1990 menyokong perdagangan bebas, baik di ASEAN maupun APEC.

3. Penengah antara Singapura dan Malaysia.
Pada bulan November 1986, terjadi ketegangan antara Singapura dan Malaysia akibat kunjungan Presiden Israel Chaim Herzog. Malaysia memprotes kunjungan tersebut dengan memanggil pulang duta besarnya dari Singapura. Namun Singapura menyatakan bahwa mereka mempunyai hak untuk mengundang setiap kepala negara untuk berkunjung ke negaranya. Perdana Menteri Lee Kuan Yew menunda pertemuan tersebut karena reaksi dari Perdana Menteri Malaysia Mahathir Muhammad. Setelah itu Presiden Soeharto diundang untuk mengunjungi Malaysia dan kemudian melanjutkan perjalanannya ke Singapura untuk menemui Perdana Menteri Lee. Hal itu diartikan bahwa itu adalah cara Indonesia untuk menunjukkan kepemimpinannya.

4. Pertemuan ASEAN
Ketika Filipina dipimpin oleh Aquino, Filipina memerlukan dukungan dari negara-negara ASEAN sehingga pertemuan ASEAN ketiga diadakan di Manila. Presiden Soeharto datang dalam pertemuan tersebut meskipun mengabaikan rekomendasi dari para penasihatnya. Pertemuan ASEAN ketiga ini berhasil dilaksanakan pada bulan Desember 1987. Kepemimpinan Soeharto di antara para pemimpin negara ASEAN semakin kokoh sehingga Indonesia diperkenankan merancang agenda Pertemuan ASEAN keempat tahun 1992.

5. Ali Alatas: Pernyataan Politik Luar Negeri Baru.
Pada bulan Agustus 1988, dalam sebuah forum politik luar negeri di Yogyakarta, Ali Alatas mengajukan pernyaan bahwa Indonesia harus melanjutkan peran dominan, baik dalam masalah regional maupun internasional.

6. Pertemuan Informal Jakarta (Jakarta Informal Meeting/JIM)
Indonesia memperlihatkan kepemimpinannya di bidang regional dengan berupaya membantu memecahkan masalah Kamboja. Tahun 1980 Soeharto mengunjungi Perdana Menteri Hussein Onn di Malaysia untuk mencanangkan prinsip kuantan demi mendesak Vietnam meninggalkan Kamboja. Konsekuensinya, Vietnam akan mendapatkan bantuan ekonomi. Thailand tidak setuju dengan prinsip kuantan dan mengajukan “Cocktail Party”, namun Vietnam kurang berminat dengannya sehingga usaha ini dianggap gagal. Pada tahun 1987 diadakan Pertemuan Informal Jakarta dan Vietnam berkenan untuk hadir untuk mendiskusikan masalah ini sehingga Indonesia menjadi pusat perhatian dunia Internasional.

tulisan 1d : pemerataan pembangunan (indonesia timur)

Pemerataan pembangunan
Kinerja Pembangunan Kawasan Timur Indonesia
GBHN 1993 mengamanatkan perlunya menyerasikan laju pertumbuhan antardaerah serta melaksanakan otonomi daerah yang nyata, serasi, dinamis, dan bertanggungjawab di dalam suatu kesatuan Wawasan Nusantara. Implikasinya adalah bahwa kebijaksanaan pembangunan daerah tidaklah sekedar memberikan kompensasi alokasi finansial kepada propinsi atau kawasan yang relatif tertinggal, akan tetapi justru lebih difokuskan untuk dapat menumbuhkan sikap kemandirian dari masing-masing daerah tersebut untuk dapat mengelola dan mengembangkan potensi sumberdaya yang dimiliki demi kepentingan daerah yang bersangkutan pada khususnya maupun kepentingan nasional pada umumnya.
Selama PJP I, perkembangan ekonomi antardaerah memperlihatkan kecenderungan bahwa propinsi-propinsi di Pulau Jawa pada umumnya mengalami perkembangan ekonomi yang lebih cepat dibandingkan dengan propinsi lainnya di luar Jawa. Perbedaan perkembangan antardaerah tersebut menyebabkan terjadinya kesenjangan kesejahteraan dan kemajuan antardaerah, terutama antara Jawa dan luar Jawa, antara kawasan barat Indonesia (KBI) dengan kawasan timur Indonesia (KTI), dan antara daerah perkotaan dengan daerah perdesaan. Disamping itu, masih ditemui daerah-daerah yang relatif tertinggal dibandingkan daerah lain, yaitu daerah terpencil, daerah minus, daerah kritis, daerah perbatasan, dan daerah terbelakang lainnya.
Dalam PJP II, wilayah kawasan timur Indonesia (KTI) yang secara definitif meliputi 13 propinsi yang ada di wilayah Kalimantan, Sulawesi dan kepulauan timur, telah diberikan prioritas untuk dikembangkan dalam upaya untuk memperkecil tingkat kesenjangan yang terjadi antara kawasan barat Indonesia dengan KTI selama PJP I yang lalu. Sebenarnya, sejak lima tahun terkahir ini upaya untuk mempercepat pembangunan dan mengembangkan KTI telah banyak dilakukan melalui berbagai kebijaksanaan dan program pembangunan yang ditetapkan oleh Pemerintah, serta melalui berbagai seminar, lokakarya, rapat kerja, sarasehan yang membahas masalah pembangunan KTI yang dilakukan baik oleh pemerintah, pihak perguruan tinggi, maupun pihak dunia usaha swasta.
Dalam membangun KTI, terdapat beberapa faktor pokok yang perlu diberikan perhatian lebih mendalam dalam memformulasikan strategi pengembangannya, yaitu: (a) adanya keanekaragaman situasi dan kondisi daerah-daerah di KTI yang memerlukan kebijaksanaan serta solusi pembangunan yang disesuaikan dengan kepentingan setempat (local needs); (b) perlunya pendekatan pembangunan yang dilaksanakan secara terpadu dan menggunakan pendekatan perwilayahan; (c) perencanaan pembangunan di daerah harus memperhatikan serta melibatkan peranserta masyarakat; serta (d) peningkatan serta pengembangan sektor pertanian yang tangguh untuk dapat menanggulangi masalah kemiskinan baik di perdesaan maupun di perkotaan melalui peningkatan pendapatan masyarakat khususnya dalam bidang agribisnis dan agroindustri, serta penyediaan berbagai sarana dan prasarana lapangan kerja.
Selain itu, dalam memformulasikan strategi pengembangan KTI terdapat tiga pertimbangan pokok terhadap potensi dan peluang yang dimiliki KTI, yaitu: (a) beberapa propinsi di KTI merupakan daerah yang kaya akan sumberdaya alam yang memiliki potensi untuk dikembangkan, yang pada gilirannya dapat pula dikembangkan menjadi kawasan pusat-pusat pertumbuhan; (b) jumlah penduduk yang relatif sedikit dengan penyebaran yang tidak merata dibandingkan luas wilayah, merupakan "katup pengaman" bagi program transmigrasi penduduk dari wilayah KBI yang relatif lebih padat; serta (c) adanya komitmen pemerintah untuk melaksanakan pembangunan yang memperhatikan aspek pemerataan dalam rangka memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
Strategi pengembangan wilayah KTI pada dasarnya merupakan strategi atau langkah-langkah kebijaksanaan yang bertahap, yakni mencakup tiga tingkatan strategi: mikro, meso, dan makro. Strategi tingkat mikro bertujuan untuk mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan dasar, membantu daerah dalam mencapai kemandirian ekonomi, mendorong pengembangan potensi ekspor daerah, sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional. Strategi tingkat meso mengupayakan identifikasi keterkaitan fisik dan ekonomi antarpropinsi agar dapat diciptakan pusat-pusat pengembangan antarwilayah di kawasan yang bersangkutan. Sedangkan strategi tingkat makro lebih difokuskan pada pengembangan prasarana transportasi intra dan antarwilayah sebagai bagian dari sistem transpotasi nasional, pemanfaatan sumberdaya alam secara tepat dan pelestarian fungsi lingkungan hidup, peningkatan peranserta sektor swasta, penguatan kelembagaan pemerintah dan masyarakat termasuk peranserta aktif dari kalangan perguruan tinggi sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia di KTI.
Sejalan dengan upaya tersebut, salah satu komitmen pemerintah yang cukup nyata dalam mempercepat pengembangan KTI dalam PJP II adalah dengan dibentuknya Dewan Pengembangan KTI (DP-KTI) melalui Keppres No. 120 Tahun 1993 tentang Dewan Pengembangan KTI, yang diketuai langsung oleh Bapak Presiden RI dan beranggotakan 17 menteri/ketua LPND. Untuk lebih meningkatkan bobot kebijaksanaan yang ditetapkan Dewan, dibentuk 4 pokja yang meliputi bidang-bidang: (i) pengembangan sumber daya manusia dan teknologi, (ii) sumber daya alam dan lingkungan, (iii) prasarana, dan (iv) kelembagaan, serta 1 kelompok kerjasama pembangunan daerah antarBappeda se-KTI. Sejak terbentuknya, Dewan telah melaksanakan beberapa kali pertemuan tingkat anggota Dewan dan telah menghasilkan berbagai keputusan yang berbobot kebijaksanaan makro yang dijabarkan secara lebih operasional oleh masing-masing departemen/LPND terkait.
Sebagaimana telah ditetapkan, fungsi dari DP-KTI adalah sebagai wadah bagi perumusan dan penetapan kebijakan dan strategi untuk mempercepat pembangunan di KTI, termasuk penentuan tahapan dan prioritas pelaksanaannya. Untuk itu, selain dari beberapa kelompok kerja yang telah dibentuk diatas, secara fungsional juga telah dibentuk beberapa tim khusus (adhoc) yang bertugas untuk menyusun berbagai kajian dan rumusan kebijaksanaan bagi pengembangan bidang-bidang tertentu yang potensial di kawasan timur Indonesia, seperti (i) tim perumus pemberian insentif investasi, (ii) tim penyiapan kawasan andalan Biak sebagai daerah otorita, (iii) tim budidaya ikan tuna dan ternak, serta (iv) tim budidaya rotan. Tugas dari masing-masing tim yang bersifat temporer tersebut, diharapkan dapat memberikan masukan bagi DP-KTI dalam menentukan kebijaksanaan pembangunan KTI secara lebih berdayaguna dan berhasilguna.

Kendala dan Tantangan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia
Pemerintah juga menyadari bahwa kendala-kendala pembangunan seperti kurangnya ketersediaan prasarana dan sarana dasar ekonomi, terbatasnya kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia serta kendala geografis yang relatif terisolasi merupakan masalah utama bagi pengembangan KTI. Beberapa propinsi yang lebih cepat berkembang memiliki jumlah dan kualitas prasarana dan sarana yang relatif lebih baik dibandingkan propinsi lainnya, seperti Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat, serta Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Begitu pula dengan jaringan transportasi, telekomunikasi, dan energi listrik, ketersediaan dan kualitas pelayanannya di wilayah KTI masih harus ditingkatkan.
Oleh karena itu dalam rangka mewujudkan berkurangnya tingkat kesenjangan pembangunan antardaerah, khususnya antara wilayah KBI dengan wilayah KTI, perlu diupayakan dukungan dari investasi pemerintah yang lebih memadai pada wilayah-wilayah tertinggal. Dukungan investasi pemerintah yang memadai tersebut perlu pula dibarengi dengan penciptaan dan perbaikan iklim investasi yang pada gilirannya akan menunjang peran serta investasi dari pihak swasta untuk dapat menanamkan modalnya pada wilayah-wilayah yang relatif masih tertinggal tersebut. Disamping itu, mengingat luasnya wilayah dan sulitnya kondisi alam, serta terbatasnya sumberdaya dan dana yang tersedia di kawasan ini, pembangunan prasarana dan sarana tersebut perlu diprioritaskan pada wilayah-wilayah yang telah dan akan menjadi pusat-pusat pertumbuhan.
Meskipun kita terbuka bagi penanaman modal dari sektor manapun, namun pertimbangan aspek pemerataan perlu dijadikan landasan pokok dalam strategi pengembangan ekonomi rakyat dan usaha nasional, yaitu untuk menumbuhkan sikap dan jiwa wiraswasta serta keterampilan pengusaha daerah setempat. Disamping itu pula, dirasakan perlu untuk meningkatkan kualitas perencanaan.
Telah kita sadari bahwa salah satu kendala utama pembangunan di wilayah KTI adalah masih kurangnya tenaga terampil dan terdidik yang mencerminkan rendahnya kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia setempat. Dilain pihak, daya tarik wilayah KBI lebih kuat terutama disebabkan oleh kurangnya lapangan kerja yang tersedia untuk menyerap angkatan kerja yang ada. Sesuai dengan sasaran skenario pengembangan regional kita, pada akhir Repelita VI di wilayah KTI akan terjadi pertambahan lapangan kerja sebanyak 2,187 juta orang, yang dihasilkan oleh laju pertumbuhan rata-rata lapangan kerja dan angkatan kerja di wilayah KTI sebesar 2,9% per tahun. Dengan demikian, pada akhir Repelita VI diperkirakan akan terjadi kelebihan angkatan kerja sebanyak 121 ribu orang. Hal yang sama terjadi pada wilayah KBI, dimana pada akhir Repelita VI akan kelebihan angkatan kerja sebanyak 935 ribu orang.
Selanjutnya apabila ditinjau berdasarkan sebaran menurut propinsi dan wilayahnya, terlihat bahwa terdapat beberapa propinsi di wilayah KTI yang akan mengalami kekurangan angkatan kerja, seperti di wilayah Kalimantan yang secara keseluruhan kekurangan angkatan kerja sebanyak 173 ribu orang, yang tersebar di Kalimantan Barat (52 ribu), Kalimantan Tengah (32 ribu), Kalimantan Selatan (33 ribu), dan Kalimantan Timur (8 ribu). Selain pada propinsi-propinsi di wilayah Kalimantan, propinsi lainnya di wilayah KTI yang pada akhir Repelita VI akan kekurangan angkatan kerja adalah Maluku (22 ribu) dan Irian Jaya (9 ribu). Adanya kekurangan angkatan kerja di beberapa propinsi tersebut memberikan implikasi terhadap perlunya peningkatan mobilitas penduduk dan angkatan kerja antarpropinsi, khususnya antara propinsi-propinsi di Jawa seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur yang kelebihan angkatan kerja masing-masing sebanyak 644 ribu dan 316 ribu orang, dengan propinsi-propinsi di luar Jawa yang kekurangan angkatan kerja seperti pada 6 propinsi di wilayah KTI diatas dengan penekanan perlunya pemberian insentif bagi peningkatan peranserta aktif dunia usaha di kawasan tersebut.
 
Kinerja Investasi Pembangunan Kawasan Timur Indonesia
Pembangunan ekonomi yang selama ini telah menghasilkan pertumbuhan yang tinggi ternyata belum sepenuhnya dapat mengatasi permasalahan kesenjangan antardaerah tersebut. Perbedaan laju pembangunan antardaerah menyebabkan terjadinya kesenjangan kemakmuran dan kemajuan antardaerah, terutama antara Jawa dan luar Jawa, antara kawasan barat Indonesia dan kawasan timur Indonesia, dan antara daerah perkotaan dan daerah perdesaan.
Untuk mengurangi kesenjangan yang masih ditemui selama PJP I, dalam PJP II yang dimulai pada Repelita VI, investasi pemerintah menjadi sarana yang penting untuk memacu pembangunan daerah yang tertinggal. Sehubungan dengan itu dikembangkan kebijaksanaan alokasi investasi pemerintah yang lebih besar ke kawasan di luar Jawa khususnya pada propinsi-propinsi di kawasan timur Indonesia, untuk mendorong investasi swasta ke kawasan yang sama, dan pertumbuhan ekspor nonmigas pada kawasan di luar Jawa.
Dalam Repelita VI propinsi-propinsi di KTI akan memperoleh kenaikan pangsa investasi pemerintah dari 26% pada tahun 1993 menjadi 27,6% pada tahun 1998. Pada akhir PJP II, pangsa yang diperoleh propinsi-propinsi di wilayah KTI diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar 30%.
Kondisi yang sama diharapkan juga terjadi terhadap alokasi investasi swasta kepada wilayah di luar Jawa, sehingga pangsa investasi pemerintah di Jawa akan menurun dari 73,6% pada awal Repelita VI menjadi sekitar 71,7% pada akhir Repelita VI, sedangkan pangsa wilayah KTI akan meningkat dari 11,4% menjadi 12,6% selama periode yang sama.
Percepatan pertumbuhan pembangunan wilayah yang relatif tertinggal tersebut juga akan memberikan implikasi yang cukup nyata pada reorientasi ekspor nonmigas. Secara rata-rata, ekspor diperkirakan akan tumbuh sekitar 16,8% per tahun selama kurun waktu Repelita VI. Khusus untuk wilayah KTI, pertumbuhan ekspor nonmigasnya diperkirakan akan sedikit lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional.
Sesuai dengan komitmen pemerintah untuk memperbesar alokasi investasi pemerintah di wilayah KTI, maka rencana alokasi pengeluaran rupiah murni investasi pemerintah tahun anggaran 1996/97 untuk wilayah KTI adalah sebesar Rp.6.486,5 miliar atau 29,4% dari total rencana alokasi investasi pemerintah sebesar Rp.22.089,1 miliar. RAPBN tahun anggaran 1996/97 untuk wilayah KTI menunjukkan adanya kenaikan sebesar 21,5% dibandingkan dengan alokasi APBN tahun anggaran 1995/96 untuk wilayah yang sama, yang besarnya Rp.5.339,2 miliar. Kenaikan sebesar 21,5% tersebut relatif lebih besar bila dibandingkan dengan kenaikan anggaran pemerintah baik yang diperoleh wilayah KBI yang hanya sebesar 14,2% maupun kenaikan secara nasional yang besarnya 16,1%.
Dilihat dari distribusi regional investasi, dalam periode 1983-1990, terlihat masih kecilnya investasi di KTI, baik investasi pemerintah (28,5%) maupun investasi swasta (8,4%) meskipun ada kecenderungan peningkatan dari periode sebelumnya, yaitu 23,9% untuk investasi pemerintah dan 7,7% untuk investasi swasta. Dengan mengikuti skenario pembangunan regional yang telah digariskan dalam Repelita VI diperlukan laju pertumbuhan investasi pemerintah (DIP dan Inpres) yang lebih tinggi dari rata-rata nasional untuk semua daerah tingkat I di luar Jawa. Implikasinya terhadap wilayah KTI akan memperoleh kenaikan pangsa investasi pemerintah dari 26% pada tahun 1993 menjadi 27,6% pada tahun 1998. Pada akhir PJP II, pangsa yang diperoleh propinsi-propinsi di wilayah KTI diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar 30%.
Skenario percepatan pertumbuhan ekonomi wilayah tertinggal juga menunjukkan adanya reorientasi investasi swasta ke wilayah luar Jawa. Sebagai hasilnya akan terlihat bahwa pangsa investasi swasta di Jawa akan menurun dari 73,6% pada awal Repelita VI menjadi sekitar 71,7% pada akhir Repelita VI, sedangkan pangsa wilayah KTI akan meningkat dari 11,4% menjadi 12,6% selama periode yang sama. Implikasi lainnya adalah pada reorientasi ekspor nonmigas. Berdasarkan skenario pertumbuhan ekonomi makro nasional, kinerja pertumbuhan ekspor akan masih bergantung pada propinsi-propinsi di Jawa. dengan adanya reorientasi investasi pemerintah yang sekaligus diikuti dengan peningkatan investasi swasta ke wilayah di luar Jawa, maka kinerja ekspor wilayah KTI diperkirakan juga akan lebih tinggi dari rata-rata nasional, yaitu 12,7%.
Gambaran rencana alokasi investasi pembangunan yang dikemukakan di atas sudah barang tentu masih perlu didukung oleh partisipasi investasi dari pihak dunia usaha dan masyarakat, terutama dengan mempertimbangkan keterbatasan kemampuan keuangan Pemerintah. Oleh sebab itu, upaya untuk menarik swasta dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan daerah menjadi sangat penting untuk segera diwujudkan, melalui peningkatan peranan pemerintah daerah dalam memberikan kemudahan dan dukungan serta iklim yang baik bagi investasi masyarakat. Upaya tersebut harus seiring dengan peningkatan dan pemantapan peran dan tugas aparat sesuai bidang masing-masing, sehingga mampu menjamin terwujudnya optimisme dan rasa aman investor.
Untuk itu, berkaitan dengan upaya untuk menggalakkan dan mengkondisikan iklim investasi di wilayah KTI tersebut, mulai tahun 1995 yang lalu DP-KTI telah mempersiapkan rancangan kebijaksanaan penerapan insentif investasi di wilayah KTI. Berdasarkan hasil rapat pleno DP-KTI, telah diidentifikasikan beberapa kebijakan insentif investasi yang perlu diprioritaskan perwujudannya, yaitu:
 
  • Pelaksanaan lebih cepat pasal 31A Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh). Pasal tersebut mencakup insentif yang berkaitan dengan depresiasi dan amortisasi yang dipercepat, kompensasi kerugian dan pengurangan pajak atas Bentuk Usaha Tetap. Percepatan pelaksanaan pasal tersebut diatas meliputi: depresiasi dan amortisasi yang dipercepat, komposisi kerugian maksimal 10 tahun, dan pengurangan pajak atas Bentuk Usaha Tetap (BUT) dari perusahaan asing di Indonesia dari 20% menjadi 5%. DP-KTI menyetujui usulan tersebut dan menyarankan agar penetapan Keputusan Menteri Keuangan yang lebih operasional sebagai penjabaran dari Peraturan Pemerintah yang sudah ada dan koordinasinya dilakukan Departemen Keuangan.
  • Insentif untuk subkontraktor yang beroperasi di KTI. Selama ini insentif pajak hanya diberikan kepada kontrak karya, sedangkan pengelolaan fasilitas penunjangnya dilakukan pihak lain. Karena itu, bentuk-bentuk insentif kepada pihak ketiga yang terlibat dalam kegiatan kontrak karya perlu dipikirkan. Untuk itu perlu dirumuskan juga insentif bagi pengusaha-pengusaha sub-kontraktor di KTI.
  • Subsidi BBM untuk daerah terpencil yang dimaksudkan untuk mempercepat pemerataan pembangunan. Sebagai salah satu wahana dalam meningkatkan pendapatan negara, disetujui subsidi untuk daerah-daerah terpencil yang ditujukan untuk pemerataan pendapatan antardaerah. Disarankan subsidi tidak saja melalui subsidi langsung BBM, akan tetapi upaya peralihan dan pengembangan sumber energi alternatif lainnya yang dapat menggantikan BBM, seperti listrik tenaga surya (PLTS). Dana subsidi tersebut antara lain dapat diperoleh dengan menaikkan harga BBM per liter di Jawa sebesar Rp10, Rp20 atau Rp30. Sebagai pelengkap terhadap kebijaksanaan insentif BBM untuk KTI tersebut, disarankan agar pengembangan dana 1-5 % dari laba BUMN dapat dipergunakan untuk membantu industri kecil, pengusaha ekonomi lemah, dan koperasi dalam mengusahakan PLTS, yang selanjutnya dapat dibebaskan pembayaran bunganya (melalui pengaturan khusus).
  • Pembentukan kantor perizinan terpadu di Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II guna mempercepat proses perizinan. Usulan tersebut dimaksudkan untuk mempercepat proses perijinan, baik investasi maupun non-investasi di KTI. Pelaksanaan kegiatan ini dikordinasikan oleh Departemen Dalam negeri.
  • Didirikan lembaga keuangan baru yang memberi insentif kredit untuk koperasi di daerah transmigrasi. Peraturan kredit pada Koperasi Primer untuk Para Anggota (KKPA) dalam rangka PIR Transmigrasi di KTI perlu diberikan kekhususan, dimana pengusaha PIR tersebut dapat dianggap sebagai Koperasi Primer, sehingga dapat memperoleh fasilitas KKPA. Hal ini sedang dikerjakan oleh pihak Departemen Keuangan.
  • Selain itu, dalam rangka mempercepat perwujudan penciptaan peluang dan iklim investasi yang kondusip, saat ini tengah dipersiapkan rancangan Keputusan Presiden tentang Fasilitas Perpajakan atas Penanaman Modal di Kawasan Timur Indonesia.
Untuk lebih efektifnya penerapan kebijaksanaan fiskal tersebut, perlu dilakukan kajian khusus terhadap jenis-jenis insentif investasi yang bisa diberikan kepada investor di wilayah KTI. Untuk itu, DP-KTI telah membentuk Tim Perumus Pemberian Insentif Investasi, yang bertugas untuk merumuskan jenisjenis insentif investasi yang mungkin diberikan, baik insentif fiskal maupun nonfiskal, dalam merangsang sektor dunia usaha menanamkan modalnya di KTI.
Dalam rangka mengupayakan peningkatan daya tarik investasi dunia usaha khususnya ke wilayah KTI, selain perlu meningkatkan peran pemerintah daerah, beberapa prasarana dasar investasi yang memadai perlu pula disediakan dengan harga yang lebih terjangkau. Di samping itu, pemerintah akan mendorong penyediaan informasi dan peluang usaha yang lebih baik untuk wilayah luar Pulau Jawa, khususnya wilayah KTI, disertai kebijaksanaan fiskal dan moneter yang lebih memperhatikan kepentingan dunia usaha dan investor swasta di kawasan tersebut.
 
Pengembangan Kawasan Andalan di Kawasan Timur Indonesia
Dalam Repelita VI telah ditentukan kawasan-kawasan andalan yang perlu dikembangkan dengan dukungan semua sektor pembangunan. Di dalam strategi pembangunan daerah khususnya untuk wilayah KTI diupayakan untuk mewujudkan keterkaitan fisik dan ekonomi antarwilayah, termasuk kawasan cepat tumbuh (misalnya kawasan segitiga pertumbuhan), kawasan perbatasan antarnegara dan kawasan andalan. Beberapa kawasan yang potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan andalan beserta sektor unggulan di wilayah KTI telah diidentifikasi dalam rencana tata ruang wilayah nasional (RTRWN) yang secara keseluruhan berjumlah 56 kawasan, yang terdiri dari: 16 kawasan andalan di wilayah Kalimantan, 9 di wilayah Nusa Tenggara, 16 di wilayah Sulawesi, 4 di Maluku, dan 9 kawasan di Irian Jaya. Pada kenyataannya, sebenarnya sebelum ditetapkan dalam RTRWN, penetapan kawasan andalan telah dilakukan dengan basis potensi sumber daya alam unggulan di masing-masing kawasan, seperti antara lain: kawasan tanaman pangan di Sulawesi Selatan, Memberamo, Sumbawa Utara, Kendari, Gorontalo; kawasan perkebunan skala besar di Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya; kawasan industri perkayuan dan hutan tanaman industri di Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya; kawasan peternakan di Nusa Tenggara dan Irian Jaya; serta kawasan perikanan di Maluku.
Dalam perkembangan selanjutnya, melalui pembahasan intensif yang dilakukan DP-KTI selama tahun 1995, telah ditetapkan 13 kawasan andalan prioritas yang diusulkan masing-masing propinsi, yang dianggap paling mendesak untuk dikembangkan di masing-masing propinsi di kawasan timur Indonesia. Kawasan andalan yang akan dikembangkan dalam tahapan pertama adalah: Biak di Propinsi Irian Jaya, Pulau Seram di Propinsi Maluku, Betano-Natarbora-Viqueque (BENAVIQ) di Propinsi Timor Timur, Mbay di Propinsi NTT, Bima di Propinsi NTB, Manado-Bitung di Propinsi Sulawesi Utara, Batui di Propinsi Sulawesi Tengah, Buton-Kolaka-Kendari (BUKARI) di Propinsi Sulawesi Tenggara, Pare-pare di Propinsi Sulawesi Selatan, DAS Kahayan-Kapuas-Barito (KAKAB) di Propinsi Kalimantan Tengah, Samarinda-Sanga Sanga-Muara Jawa-Balikpapan (SASAMBA) di Propinsi Kalimantan Timur, Satui-Kusan-Kelumpang-Batulicin-Pulau Laut (SAKUPANGBALAUT) di Propinsi Kalimantan Selatan, dan Sanggau di Propinsi Kalimantan Barat. Salah satu kawasan andalan prioritas yaitu Biak di Propinsi Irian Jaya, telah disepakati untuk ditetapkan pengembangannya sebagai daerah otorita.
Dalam rangka lebih menjamin komimen pemerintah pemerintah terhadap ketigabelas kawasan andalan tersebut, dipandang perlu dikeluarkannya Keputusan Presiden (Keppres) mengenai pengembangan kawasan andalan prioritas di KTI.
Pengembangan kawasan andalan tersebut dirancang tidak secara eksklusif (tersendiri), namun dikembangkan secara terpadu saling terkait satu sama lain dengan: (i) pengembangan daerah sekitarnya (hinterland) secara internal, (ii) kawasan andalan prioritas di propinsi lainnya secara regional, dan (iii) kawasan pusat pertumbuhan lainnya di belahan barat Indonesia, serta (iv) kawasan kerjasama subregional yang berdekatan seperti BIMP-EAGA dan IMS-GT.
Selain dari pengembangan kawasan andalan prioritas, diupayakan pula pengembangan kota-kota prioritas sebagai pusat-pusat ekonomi perkotaan dalam kawasan-kawasan andalan sebagai suatu kesatuan struktur wilayah, seperti pusat pertumbuhan wilayah nasional di Ujung Pandang, Manado, Pontianak, Banjarmasin, Kupang dan Jayapura, serta pusat-pusat pertumbuhan antarwilayah di Balikpapan, Samarinda, Palangkaraya, Mataram, Dili, Ambon, Merauke, Sorong, Palu, dan Kendari.
 
Pemantapan Posisi KTI dalam menghadapi Era Perdagangan Bebas
Dalam kaitannya dengan kebijaksanaan dasar pembangunan kawasan timur Indonesia (KTI), terutama untuk memantapkan keterkaitan (linkages) dengan ekonomi global dan internasional, maka perlu diciptakan pusat-pusat pertumbuhan dan andalan di kawasan timur Indonesia yang mempunyai keterkaitan ekonomi dengan pusat-pusat pertumbuhan di luar negeri. Untuk itu, arahan penataan ruang yang telah menetapkan pusat pertumbuhan tingkat nasional (National Development Center) di kawasan timur Indonesia perlu dipertimbangkan sebagai pusat pertumbuhan nasional yang potensial yang dikaitkan dengan pusat pertumbuhan lainnya di luar negeri. Dengan mencoba memanfaatkan potensi beberapa pusat pertumbuhan yang telah ada, maka perlu dikembangkan kawasan pusat pertumbuhan di KTI seperti:
  • pemantapan keterkaitan antar pusat pertumbuhan Kupang sebagai National Development Center (NDC) dengan Australia utara (Darwin-- Nothern Territory).
  • pemantapan keterkaitan ekonomi antara pusat pertumbuhan Manado (NDC) dengan Filipina Selatan (Davao, Mindanao) dan Sabah (Serawak) melalui penciptaan Northern Growth Triangle di KTI.
  • pemantapan keterkaitan antara pusat pertumbuhan nasional di Pontianak (NDC) dengan kawasan segitiga pertumbuhan SIJORI, yang dalam tahap awal dapat menciptakan keterkaitan antara pusat dan daerah belakangnya dan secara bertahap dapat ditingkatkan menjadi pusat yang sejajar tingkatnya.
  • pemantapan kawasan pertumbuhan antara Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, The Philippines -- East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA).
Kerjasama ekonomi regional dengan negara-negara tetangga dalam mengembangkan suatu kawasan perlu dikembangkan, seperti pada: (a) antara Kawasan Timur Indonesia bagian utara dengan Philipina bagian selatan dan Malaysia bagian timur, dalam kerangka kerjasama ekonomi regional BIMP-EAGA; (b) antara Kawasan Timur Indonesia bagian timur dengan Papua Nugini dan negara-negara di kepulauan Pasifik, dalam kerangka kerjasama ekonomi regional Arafura; (c) antara Kawasan Timur Indonesia bagian selatan dengan Australia bagian utara, dalam kerangka kerjasama ekonomi regional Arafura; dan (d) antara Propinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat dengan Malaysia bagian Timur dan Brunei Darussalam, dalam kerangka kerjasama ekonomi regional BIMP-EAGA.
Memperhatikan keterbatasan kemampuan aparat pemerintahan di wilayah Kawasan Timur Indonesia, perlu dikembangkan sistem informasi pembangunan daerah dan pengembangan wilayah yang akurat, serta perlu dibarengi dengan kegiatan penelitian dan pengembangan wilayah secara terpadu. Khususnya berkaitan dengan kerjasama antarpropinsi yang akan dibangun dalam kawasan timur Indonesia, perlu difokuskan pada kawasan-kawasan andalan prioritas yang telah ditetapkan untuk masing-masing propinsi, serta untuk beberapa kawasan kerjasama yang melibatkan antarpropinsi, seperti kawasan selat Makssar dan kawasan Laut Banda.
Seperti kita ketahui bersama bahwa kebijaksanaan pemerintah untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya perlu diupayakan di seluruh tanah air, terutama di kawasan timur Indonesia perlu ditingkatkan sebagai perwujudan Wawasan Nusantara. Untuk keperluan tersebut pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk mengupayakan peningkatan daya tarik investasi swasta ke wilayah KTI, selain berbagai prasarana dasar yang memadai perlu disediakan pemerintah, juga penyediaan informasi dan peluang usaha yang seimbang dengan yang diperoleh para investor di wilayah KBI. Berkaitan dengan tingginya biaya investasi di kawasan timur Indonesia perlu diimbangi dengan penurunan suku bunga dan fasilitas (kemudahan) lainnya, seperti "Tax Holiday". Kebijaksanaan fiskal dan moneter yang telah memperhatikan kepentingan para pengusaha (investor) di KTI, melalui kebijaksanaan khusus yang diarahkan kepada pemberian kemudahan investasi perlu segera ditetapkan. Sejalan dengan itu dukungan pelayanan sistem transportasi (laut dan udara) yang efisien merupakan prasyarat untuk mengundang investasi swasta ke KTI.
 
Tindak Lanjut Pembangunan Kawasan Timur Indonesia
Salah satu hasil keputusan pokok Dewan Pengembangan KTI adalah perlu dilakukan upaya untuk mempercepat laju investasi pihak swasta di wilayah KTI. Sebagai salah satu upaya untuk mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan dalam Repelita VI sebesar 7,1% per tahun secara nasional dengan total investasi sebesar Rp815 triliun, yang untuk wilayah KTI ditargetkan 7,5% per tahun dengan perkiraan jumlah investasi sebesar Rp206 triliun selama Repelita VI, maka peranserta pihak swasta dalam pembangunan di wilayah KTI perlu terus ditingkatkan.
Dalam rangka meningkatkan peranserta investasi swasta tersebut, peranan investasi pemerintah terutama diarahkan bagi pengadaan prasarana dasar maupun prasarana ekonomi, yang selanjutnya diharapkan dapat merangsang investasi masyarakat terutama dari dunia usaha untuk menggerakkan perekonomian secara keseluruhan. Diharapkan dengan adanya penyesuaian sasaran laju pertumbuhan ekonomi tersebut, investasi pemerintah di KTI akan dapat meningkat dari 26% pada tahun 1993 menjadi hampir 28% pada akhir tahun Repelita VI. Dengan investasi pemerintah yang semakin meningkat tersebut, diharapkan peranserta masyarakat dan dunia usaha akan meningkat pula, yaitu dari 11% menjadi 13% pada kurun waktu yang sama. Sehubungan dengan itu, wilayah KTI diharapkan mampu menarik sektor swasta dan dunia usaha agar menanamkan modal dan mengembangkan potensi berbagai sumber daya pembangunan di wilayah ini.
Tantangan utama yang dihadapi dalam menciptakan iklim usaha yang menarik di wilayah KTI, adalah mengembangkan kawasan dan pusat pertumbuhan agar dapat mendorong perkembangan kegiatan ekonomi, memperluas lapangan kerja, dan sekaligus meningkatkan fungsi sebagai pusat jasa distribusi bagi daerah-daerah yang berada di hinterlandnya. Untuk itu, rencana pengembangan kawasan andalan prioritas sebagai suatu kawasan pengembangan ekonomi terpadu (KAPET) diharapkan dapat lebih berdayaguna dan berhasilguna di dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah dan nasional.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan partisipasi sektor swasta untuk berkiprah membangunan KTI antara lain melalui: (i) penyediaan prasarana dasar investasi yang disediakan pemerintah dan terjangkau; (ii) penyediaan informasi dan peluang investasi; (iii) penurunan suku bunga dan keringanan pajak yang memadai; (iv) kebijaksanaan fiskal dan moneter yang lebih memperhatikan kepentingan para investor; (v) dukungan pelayanan sistim transportasi (terutama laut dan udara) yang efisien; (vi) desentralisasi kewenangan izin usaha dan investasi kepada daerah untuk memperpendek jalur birokrasi dan prosedur perizinan; (vii) pengembangan bersama komoditi unggulan agar memperoleh dayaguna dan hasilguna yang lebih optimal, dan sekaligus mengembangkan industri pengolahan untuk memperoleh nilai tambah yang maksimum bagi wilayah KTI; dan (viii) mengembangkan kemitraan antara pengusaha kecil dan koperasi dengan pengusaha lainnya, dengan pembinaan teknis yang lebih baik pada pengusaha kecil dan koperasi.
Sejalan dengan itu, perlu pula diupayakan peningkatan kinerja perekonomian wilayah KTI melalui penciptaan kerjasama regional dengan negara tetangga yang berbatasan dengan wilayah KTI, seperti: (i) antara KTI bagian Utara dengan Filipina, Malaysia dan Brunei Darussalam; (ii) antara KTI bagian Timur dengan Papua Nugini dan negara-negara kepulauan di Pasifik; (iii) antara KTI bagian selatan dengan Australia bagian utara; dan (iv) antara Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur dengan Malaysia bagian timur dan Brunei Darussalam.
Dengan mempertimbangkan beberapa permasalahan, potensi dan prospek pengembangan KTI tersebut, dapat disimpulkan beberapa upaya yang perlu dilakukan dalam rangka percepatan pembangunan KTI melalui: (i) peningkatan dukungan investasi pemerintah terhadap wilayah yang tertinggal, yang sekaligus menciptakan dan memperbaiki iklim investasi untuk menarik modal swasta; (ii) perwujudan keterkaitan fisik dan ekonomi antarwilayah, termasuk pada kawasan cepat tumbuh, kawasan perbatasan antarnegara dan kawasan andalan; (iii) pengembangan kota-kota prioritas sebagai pusat-pusat ekonomi perkotaan dalam kawasan andalan sebagai suatu kesatuan struktur wilayah, seperti pusat pertumbuhan wilayah nasional di Ujung Pandang, Menado, Pontianak, Banjarmasin, dan pusat pertumbuhan antarwilayah di Balikpapan, Samarinda, Mataram, dan Dili; serta (iv) pembentukan pusat-pusat pertumbuhan dan kawasan andalan di KTI yang mempunyai keterkaitan ekonomi dengan pusat-pusat pertumbuhan di luar negeri, seperti Kupang-Darwin dan BIMP-EAGA.
Beberapa langkah kebijaksanaan di atas, perlu dibarengi dengan upaya untuk meningkatkan kinerja dan kemampuan dari pemerintah daerah tingkat I dan tingkat II se-KTI dalam rangka lebih berperanserta aktif dalam pembangunan di daerahnya masing-masing. Sejalan itu, upaya untuk lebih mendesentralisasikan wewenang dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sangat tergantung dari kesiapan dan kemampuan pemerintah daerah masing-masing, sekaligus dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah. Dengan demikian, penjabaran kebijaksanaan dan program pembangunan KTI tidak lagi ditentukan oleh pemerintah pusat, namun lebih ditentukan oleh pemerintah daerah yang bersangkutan, guna dapat menjamin keberlanjutannya.